Senin, 11 Maret 2013

BENARKAH WATU TUMPENG SEBUAH MENHIR?


Mengkaji Ulang Asumsi Ravie Ananda Tentang Situs Megalitikum
Di Dusun Tungku, Sadang Wetan, Kebumen


Dalam artikelnya berjudul, “Situs Megalitikum Menhir Watu Tumpeng, Tanggul Asih, Dusun Tungku, Desa Sadang Wetan, Sadang – Kebumen “, Ravie Ananda menuliskan, “Situs Megalitikum Watu Tumpeng Tanggul Asih ini termasuk dalam kategori kebudayaan Menhir. Situs ini berada di Dusun Tungku, Desa Sadang Wetan, Kecamatan Sadang, Kabupaten Kebumen, lebih – kurang 500 meter dari Wisata Embung (Telaga buatan) Cangkring yang berlokasi di Desa Cangkring, Kecamatan Sadang, Kabupaten Kebumen. Menhir ini memiliki bentuk layaknya Tumpeng (Ambeng) sebagai inti dari situs, dikelilingi oleh batu – batu yang berukuran lebih kecil dalam lingkaran terasering/berundak sehingga mirip sebuah tumpeng yang dikelilingi oleh kelengkapan lain seperti lauk pauk dan sebagainya”[1].

Saya tertarik untuk membuktikan kebenaran pernyataan di atas. Apalagi dalam penjelasan selanjutnya Ravie mengatakan adanya “batu lempeng bertuliskan huruf kuno” sbb: “Bagian inti dari situs ini yakni Batu Tumpeng dikelilingi oleh rumpun bambu. Sebelumnya terdapat pula tugu megalitikum yang terbuat dari batu yang berukuran lebih kecil dari Batu Tumpeng, sayangnya tugu tersebut kini telah hilang dan digantikan dengan tugu buatan dari semen bertuliskan 0281. Selain tugu batu, terdapat pula batu lempeng bertuliskan huruf kuno, tetapi ketika penulis dan tim “Kebumen2013” melakukan penelusuran pada 14 Agustus 2012 batu tersebut telah roboh terbalik sehingga tulisan tersebut tertimbun tanah. Robohnya batu ini disebabkan oleh kegiatan penambangan Kaolin murni/lempung putih, lempung ini dibawa ke jakarta (kegunaan kaolin untuk bahan dasar membuat keramik dan bisa juga sebagai bahan pembuat obat diare) dilokasi situs beberapa waktu yang lalu”[2].




Ada dua hal yang hendak saya buktikan. Pertama, benarkah “Watu Tumpeng” (penamaan keberadaan batu oleh warga dan bukan oleh lembaga resmi pemerintah atau arkeologi) dikategorikan sebuah Menhir. Kedua, benarkah ada lempeng batu bertuliskan huruf kuno.

Berbicara mengenai Menhir maka kita harus menghubungkan dengan periodisasi sejarah manusia khususnya di Indonesia. Sebelum adanya catatan-catatan tertulis, zaman tersebut disebut dengan zaman Pra Sejarah dan zaman dimana kebudayaan tertulis telah berkembang disebut zaman Sejarah.

Zaman Pra Sejarah di Indonesia dibagi menjadi dua yaitu zaman Batu dan zaman Logam. Kita akan fokuskan pada karakteristik dan pembagian pada Zaman Batu.

Zaman Batu Tua (Palaeolitikum) disebut demikian sebab alat-alat batu buatan manusia masih dikerjakan secara kasar, tidak diasah atau dipolis. Apabila dilihat dari sudut mata pencariannya, periode ini disebut masa food gathering (mengumpulkan makanan), manusianya masih hidup secara nomaden (berpindah-pindah) dan belum tahu bercocok tanam.

Zaman Batu Tengah (Mesolitikum). Ciri zaman Mesolithikum:
  1. Nomaden dan masih melakukan food gathering (mengumpulkan makanan)
  2. Alat-alat yang dihasilkan nyaris sama dengan zaman palaeolithikum yakni masih merupakan alat-alat batu kasar.
  3. Ditemukannya bukit-bukit kerang di pinggir pantai yang disebut Kjoken Mondinger (sampah dapur)
  4. Alat-alat zaman mesolithikum antara lain: Kapak genggam (Pebble), Kapak pendek (hache Courte) Pipisan (batu-batu penggiling) dan kapak-kapak dari batu kali yang dibelah.
  5. Alat-alat diatas banyak ditemukan di daerah Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Flores.
  6. Alat-alat kebudayaan Mesolithikum yang ditemukan di gua Lawa Sampung, Jawa Timur yang disebut Abris Sous Roche antara lain: Flakes (Alat serpih),ujung mata panah, pipisan, kapak persegi dan alat-alat dari tulang.


Zaman Batu Muda (Neolitikum). Ciri utama pada zaman batu Muda (neolithikum) adalah alat-alat batu buatan manusia sudah diasah atau dipolis sehingga halus dan indah

Zaman Batu Besar (Megalitikum). Hasil kebudayaan Megalithikum, antara lain:
  1. Menhir: tugu batu yang dibangun untuk pemujaan terhadap arwah-arwah nenek moyang.
  2. Dolmen: meja batu tempat meletakkan sesaji untuk upacara pemujaan roh nenek moyang
  3. Sarchopagus/keranda atau peti mati (berbentuk lesung bertutup)
  4. Punden berundak: tempat pemujaan bertingkat
  5. Kubur batu: peti mati yang terbuat dari batu besar yang dapat dibuka-tutup
  6. Arca/patung batu: simbol untuk mengungkapkan kepercayaan mereka[3]

Lahirnya zaman Megalithikum dilatar belakangi oleh : Pemahaman tentang kehidupan sesudah mati dan pemujaan roh, Angapan benda-bdenda atau peralatan diyakini sebagai bekal sesorang setelah mati, sehingga dikubur bersama jenazah dalam kubur batu, serta Upacara kematian yang kompleks dan hubungan antara manusia di dunia dengan leluhur yang sudah mati[4].

Beberapa contoh Menhir sbb:


3.bp.blogspot.com


3.bp.blogspot.com 


utaha.blog.stisitelkom.ac.id 


menhirinwanins.blogspot.com 


menhir-sardinia.zenosphere.files.wordpress.com


Nou22femme.files.wordpress.com

Beberapa wilayah di Indonesia sangat kaya akan penemuan dan keberadaan batu Menhir. Purbalingga tercatat menyimpan keberadaan batu Menhir. Berikut petikan beritanya, “Peninggalan benda megalitikum atau zaman batu besar banyak ditemukan di lereng Gunung Slamet, terutama di Purbalingga, Jawa Tengah. Salah satunya yakni batu berbentuk mirip pocong yang banyak ditemukan di Desa Tunjungmuli, Kecamatan Karangmoncol. “Batu ini peninggalan zaman megalitikum. Dugaan kami dulu masyarakat prasejarah menggunakannya untuk upacara adat,” ujar arkeolog pada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Purbalingga, Adi Purwanto, Rabu, 22 Juni 2011.

Adi mengatakan, selain batu berbentuk pocong, peninggalan prasejarah lainnya berupa punden berundak, arca megalitik, menhir, dolmen, batu lumping, batu dakon, batu altar, batu kubur, dan batu yang berbentuk phallus. Benda-benda tersebut tercecer di beberapa tempat di lereng Gunung Slamet bagian timur laut. Batu pocong, kata dia, berbentuk lonjong menyerupai menhir, dengan alur melingkar pada sisinya, sehingga mirip pocong. Di Desa Tanjungmuli, ada dua batu pocong yang ditemukan beberapa waktu lalu”[5].

Masih di wilayah Purbalingga, ditemukan kembali tujuh buah Menhir sebagaimana dilaporkan, “Temuan ketujuh batu tempat pemujaan ini berada dalam radius dua kilometer dari temuan dua buah menhir pada akhir bulan lalu. Lokasi penemuan kali ini berada di Dukuh Arca, Desa Tunjungmulih, Kecamatan Karangmoncol.

Arkeolog dari Disbudparpora Adi Purwanto SSi MSi mengungkapkan, temuan tujuh buah menhir ini sangat luar biasa. Karena dalam sejarah, baru pertama kali temuan spektakuler tentang tanda-tanda jaman pra-sejarah.  ''Posisi temuan Menhir kali ini sangat berserakan. Letaknya juga tidak beraturan, berbeda pada temuan dua buah Menhir sebelumnya yang menunjukkan arah Utara-Selatan. Di atas temuan batu yang berserakan, terdapat punden berundak yang tertata rapi,'' kata Adi Purwanto”[6]

Ada lagi penemuan Menhir di Dukuh Pamujan desa Dagan Kec. Bobotsari, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah[7]



Menhir lainnya berada di kawasan Mahat, Minangkabau sbb:[8]




Dan keberadaan Menhir secara masif ditemukan di situs yang akhir-akhir ini sedang dalam pengkajian intensif para arkeolog yaitu Situs Gunung Padang. Situs Gunung padang merupakan situs prasejarah peninggalan kebudayaan Megalitikum di Jawa Barat. Tepatnya berada di perbatasan Dusun Gunungpadang dan Panggulan, Desa Karyamukti, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur.Lokasi dapat dicapai 20 kilometer dari persimpangan kota kecamatan WarungKondang, dijalan antara Kota Kabupaten Cianjur dan Sukabumi. Luas kompleks "bangunan" kurang lebih 900 m², terletak pada ketinggian 885 m dpl, dan areal situs ini sekitar 3 ha, menjadikannya sebagai kompleks punden berundak terbesar di Asia Tenggara[9].

Berikut petikan laporan mengenai keberadaan Menhir di Situs Gunung Padang, “Tim terpadu penelitian situs Gunung Padang di Desa Karyamukti, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, menemukan beberapa batu tegak atau menhir. Diduga kuat, batu tegak itu merupakan petunjuk pintu masuk ke susunan bangunan situs Megalitikum Gunung Padang. Koordinator Tim Arkeologi Gunung Padang Ali Akbar mengatakan ditemukannya beberapa batu tegak di beberapa titik dengan jarak berbeda itu menjadi indikasi adanya pintu masuk ke Gunung Padang. Batu tegak pertama ditemukan di tebing dengan kedalaman sekitar 40 meter, sejajar dengan teras ketiga. Batu yang di sekelilingnya masih ditutupi belukar itu diduga kuat merupakan pintu masuk menuju rongga di bagian perut situs.”[10]


Berikut beberapa contoh Menhir Situs Gunung Padang



Dari beberapa contoh Menhir dan beberapa bentuk Menhir di beberapa wilayah tersebut nampaklah beberapa karakter Menhir yaitu, batu yang berbentuk tegak lurus, hasil buatan manusia, dipergunakan untuk keperluan pemujaan.

Jika membandingkan dengan keberadaan Watu Tumpeng yang berada di desa Tungku, Sadang Wetan, tidak nampak sejumlah ciri-ciri Menhir melainkan setumpukkan batu-batu besar yang menggunduk dimana letak yang satu lebih tinggi dari yang lain. Tidak ditemukan adanya sentuhan tangan manusia untuk memperuncing atau memperhalus Watu Tumpeng sebagaimana ciri-ciri Menhir.

Menurut saya, tumpukan batu-batu sejenis Watu Tumpeng dapat dengan mudah ditemui di beberapa lokasi di sekitar Karang Sambung dan Sadang seperti Watu Kelir, Batu Rijang, Watu Randa dll. Keberadaan batu-batuan tersebut merupakan bagian fenomena alam murni dan bukan bentukan manusia. Bukit-bukit bebatuan yang membentang di wilayah Sadang yang sudah ditumbuhi pohonan pinus atau batu-batu yang dapat dijumpai di tepi jalan dengan ukuran besar adalah proses tumbukan lempeng benua dan lempeng samudra. Jadi wajar jika ada sebaran batu-batu tertentu dengan bentuk besar dan ganjil. Namun dari sekian temuan batu-batu tersebut tidak ada tanda-tanda bahwa batuan tersebut hasil buatan, pahatan halus tangan manusia. Semuanya alami karena bentukan alam.



Dengan demikian saya simpulkan dari hasil perbandingan yang telah saya sampaikan bahwa apa yang disebut masyarakat Watu Tumpeng dan diasumsikan oleh Ravie Ananda sebagai Menhir, tidak atau belum terbukti.

Bahkan saat saya turut bersama rombongan Tim Pawiyatan Kebumen yang juga anggota Dewan Kesenian Daerah beberapa hari lalu berusaha membuktikan dan melihat secara langsung apa yang dinamakan Watu Tumpeng yang dianggap Menhir namun saya tidak melihat tanda-tanda signifikan yang membuktikan asumsi tersebut. Melalui jalanan yang dipenuhi semak-semak dan melewati tegalan-tegalan warga, sampailah saya dan beberapa teman ke lokasi tersebut dan berusaha mengindentifikasi serta melakukan pemotretan. Tidak ada yang menarik dan khas dari keberadaan batuan tersebut.

Satu-satunya yang menarik perhatian adalah batu tegak berdiri namun bukan Menhir. Nampaknya itu adalah batuan hasil cor-coran yang sudah berusia tua dan berfungsi sebagai semacam penanda kilometer dan tertulis dalam huruf dan angka latin Q 281 (Ravie Ananda menuliskan 0281). Dan itu bukan tulisan kuno dan saya serta teman-teman lainnya tidak menemukan apa yang oleh Ravie disebut sebagai “tulisan kuno”. Saya belum punya opini kuat mengenai kode angka latin tersebut. Saya baru memiliki dugaan sementara bahwa itu semacam batas wilayah yang disematkan di zaman Kolonial atau sesudahnya oleh pemerintahan setempat.



Tanpa bermaksud mengecilkan berbagai upaya Sdr. Ravie Ananda untuk mengumpulkan data-data kesejarahan Kebumen baik deskripsi peristiwa, inventarisasi situs-situs penting, wawancara dengan generasi tua, namun catatan kecil bagi Sdr. Ravie Ananda untuk lebih seksama dan berhati-hati dalam membuat kesimpulan agar tidak menimbulkan bias pemahaman. Tentunya sejumlah referensi dan literatur harus senantiasa dilibatkan dalam berbagai analisis dan kajian kesejarahan sebagai penguat teori.



END NOTES

[1] Ravie Ananda, Situs Megalitikum Menhir Watu Tumpeng, Tanggul Asih, Dusun Tungku, Desa Sadang Wetan, Sadang – Kebumen
http://kebumen2013.com/situs-megalitikum-menhir-watu-tumpeng-tanggul-asih-dusun-tungku-desa-sadang-wetan-sadang-kebumen/


[2] Ibid.,

[3] Prasejarah
http://id.wikipedia.org/wiki/Prasejarah


[4] Astrid Dwi Cahyaningtyas, Periodisasi Perkembangan Budaya Masyarakat Awal Indonesia
http://utahaha.blog.stisitelkom.ac.id/

[5] Batu Pocong Zaman Megalitikum Ditemukan di Purbalingga
http://kotaperwira.com/batu-pocong-zaman-megalitikum-ditemukan-di-purbalingga


[6] Tujuh Menhir Pra-Sejarah Ditemukan Lagi di Purbalingga
http://www.republika.co.id/berita/shortlink/75009


[7] Situs Purbakala di Purbalingga
http://chocoronotomo.blogspot.com/2012/07/situs-purbakala-di-purbalingga.html


[8] Maek, Nagari Seribu Menhir Tertua di Minangkabau
http://www.allaboutminangkabau.com/2011/12/maek-nagari-seribu-menhir-tertua-di.html


[9] Situs Gunung Padang
http://id.wikipedia.org/wiki/Situs_Gunung_Padang


[10] Peneliti Gunung Padang Temukan Menhir
http://kekunaan.blogspot.com/2012/06/peneliti-gunung-padang-temukan-menhir.html


3 komentar: