Rabu, 06 Maret 2013

KEBUMEN PERNAH DISINGGAHI GAJAH MADA?




Koran Kebumen Ekspres memuat artikel berjudul, “Sejarah Panjer dan Kajian Ravie Ananda, Pemerhati Sejarah dan Budayawan: Disinggahi Tokoh Penting seperti Gajah Mada dan Pangeran Diponegoro” (Kebumen Ekspres, 6 Maret 2013, hal 3). Pemuatan artikel ini mengingatkan saya akan artikel tanggapan yang saya muat di blog pribadi saya (teguhhindarto.blogspot.com) dengan judul, “Memisahkan Fakta dan Fiksi Seputar Sejarah Berdirinya Kabupaten Kebumen” (teguhhindarto.blogspot.com) sebagai bentuk tanggapan atas artikel Sdr Ravie Ananda dengan judul, “Sejarah Cikal Bakal Kabupaten Kebumen” (kebumen2013.com).

Kajian dan tanggapan saya pernah saya serahkan pada Bupati Kebumen namun dikarenakan beliau sedang tidak ada di tempat maka saya menemui Sekda Kebumen Bpk Adi pandoyo beberapa waktu lalu untuk dipelajari sehubungan adanya sejumlah wacana peninjauan kembali sejarah berdirinya kabupaten kebumen oleh sejumlah elemen masyarakat termasuk sdr Ravie Ananda.

Ada pernyataan dalam Koran Kebumen Ekspres yang menggugah saya untuk memberikan tanggapan yaitu, “Meski bukan berlatar belakang pendidikan sejarah, Ravie Ananda SPd menaruh minat lebih terhadap pengkajian sejarah. Khususnya sejarah tentang Kebumen. Dengan keterbatasan dana dan fasilitas, pria 33 tahun ini telah melakukan banyak kajian...Salah satu kajian yang mencegangkan, yakni tentang Maha patih Gajah Mada moksa di Panjer...menurut Ravie, satu-satunya situs pamokshan Gajah Mada yang sejak dahulu telah diketahui masyarakat pada zaman Mataram Islam adalah di Kabupaten Panjer. Situs tersebut dihilangkan bersama kompleks makam kuno yang ada di sana oleh Belanda dengan mengubahnya menjadi pabrik minyak kelapa Sari Nabati” (Kebumen Ekspres, 6 Maret 2013, hal 3).

Benarkah Panjer kuno sebagai cikal bakal Kabupaten Kebumen merupakan tempat pamoksan Gajah Mada? Pertama, kita tidak memiliki bukti material berupa naskah manuskrip, babad yang mengisahkan dimana Gajah Mada moksa di wilayah Panjer selain asumsi belaka. Minimal Babad Tanah Jawi memasukkan kisah tersebut mengingat Panjer kuno merupakan bagian dan wilayah Mataram Islam yang berfungsi sebagai salah satu persediaan lumbung padi saat penyerangan Sultan Agung ke Batavia, apalagi dikatakan dalam artikel tersebut, “menurut Ravie, satu-satunya situs pamokshan Gajah Mada yang sejak dahulu telah diketahui masyarakat pada zaman Mataram Islam adalah di Kabupaten Panjer”. Minimnya bukti ini menggugurkan asumsi Ravie Ananda bahwa Panjer kuno adalah tempat singgah dan moksanya Gajah Mada.


Kedua, tarikh (tahun) dimana Gajah Mada menjadi Maha Patih adalah saat Ratu Tribhuwanatunggadewi (1328-1351) memerintah dan dilanjutkan oleh putranya yaitu Hayam Wuruk (ayam yang terpelajar) yang melanjutkan suksesi pemerintahan pada tahun 1351-1389 dengan gelar Maharaja Sri Rajasanegara. Dalam kitab-kitab terkemuka seperti Negarakertagama atau Desawarnana dan kitab Pararaton, tidak pernah disinggung sebuah wilayah strategis yang dihubungkan dengan Panjer kuno sehingga mengharuskan Gajah Mada menyinggahi dan moksa di sebuah wilayah yang disebut Panjer di zaman Mataram Islam.

Ketiga, asumsi Ravie Ananda akan saya konfrontir dengan kajian yang dilakukan oleh Lembaga Adat Forum Komunikasi (Forkom) Kabali. Pengkajian mereka sampai pada kesimpulan bahwa Gajah Mada moksa di pulau Wangiwangi yang dulu merupakan wilayah Buton dan kini menjadi wilayah Wakatobi di di Sulawesi Tenggara (sejarahkompasiana.com). saya kutipkan dari sumber tersebut beberapa pernyataan menarik sbb: “Pulau Buton di wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara dalam catatan sejarah, pernah menjadi tempat pilihan perlindungan yang aman dari sejumlah bangsawan kerajaan ternama di Nusantara. Bahkan dalam penelusuran terakhir, ditemukan petunjuk dari sejumlah catatan dan bukti arkeolog, Pulau Wangiwangi yang dulunya masuk wilayah Buton dan kini menjadi Kabupaten Wakatobi justru tempat lahir dan moksanya Gajah Mada, Mahapatih Kerjaaan Majapahit yang terkenal dengan ‘Sumpah Palapa’ - Pemersatu Nusantara". Dalam paragraf terakhir dikatakan, “Di dalam gowa di daratan Pulau Karang Wangiwangi yang bersambung ke laut lepas inilah diperkirakan Gajah Mada yang mengenggam cakram senjata andalannya lantas moksa (menghilang) dalam semedi". Dalil ketiga ini mengandung makna bahwa asumsi Ravie Ananda harus dikonfrontir dan dikomparasikan dengan analisis Lembaga Adat Forum Komunikasi Kabali di Sulawesi Tenggara.

Asumsi Ravie Ananda yang dimuat oleh Koran Kebumen Ekspres di atas masih harus dibuktikan melalui penelitian arkeologis yang panjang dan penelitian literatur yang mendalam mengenai wilayah panjer kuno yang akhirnya dikenal sebagai wilayah Kabupaten Kebumen.

Kita tidak menampik bahwa Kebumen memiliki akar sejarah yang panjang dan sudah dikenal di zaman Mataram Islam dengan sebutan Panjer dan berfungsi sebagai penyedia lumbung padi Mataram di zaman Sultan Agung. Tidak dipungkiri pula Pangeran Diponegoro pernah menancapkan pengaruh dan jejak-jejaknya di wilayah Panjer kuno.

Bahkan penemuan baru-baru ini di Sumberdadi berupa Lingga dan Yoni pada Abad VIII Ms merefleksikan kepercayaan Hindu kuno pra Islam yang berpusatkan pada pemujaan terhadap Dewa Syiwa (dengan simbolisasi Lingga atau kemaluan lelaki) sudah ada di wilayah pra Kebumen bahkan pra Panjer (Sejarah Kebumen Mulai Ditelusuri: Pelajari Situs Lingga Yoni di Sumberdadi (Kebumen Ekspres, 5 Maret 2013, hal 1). Penemuan yang masih harus dieksplorasi lebih jauh ini menandakan bahwa sebelum Kebumen dan sebelum Panjer, sudah ada peradaban Hindu kuno pada Abad VIII Ms.

Jika ditarik lebih jauh lagi pada keberadaan potensi kandungan geologis di wilayah Karang Sambung, Kebumen, khususnya berbagai bentuk batuan yang terserak di berbagai lokasi dan menurut penelitian ahli arkeologi dianggap berusia antara 65-120 juta tahun lalu sebagai hasil benturan antara lempeng samudra dan lempeng benua, memberikan petunjuk ketuaan usia Kebumen sebelum berbentuk pemerintahan resmi pada tahun 1936.

Namun demikian jangan lantas terjadi proses deifikasi (pengilahian) sejarah kota sehingga harus menghubungkan dengan ketokohan seseorang (dalam hal ini Gajah Mada) yang belum mendapatkan pembuktian baik dari kalangan arkeolog maupun sejarawan.

Sejarah bukan hanya sekumpulan angka terjadinya peristiwa dan bukan pula sebuah tempat yang diwariskan belaka. Sejarah adalah sebuah rangkaian peristiwa kronologis dan benturan-benturan pemikiran antara satu orang dengan orang lainnya serta satu kelompok dengan kelompok lainnya. Di atas semua itu, sejarah dibangun di atas Data dan Fakta obyektif. Asumsi bahwa Gajah Mada pernah singgah di Panjer yang kelak dijadikan Pabrik Mexolie atau Sari Nabati yang sisa bangunannya masih ada hingga sekarang dan moksa di sana, masih harus divalidasi kelayakannya sebagai data dan fakta

6 komentar:

  1. Pak Teguh yang terhormat.. saya sangat tersentuh sekali dengan pemaparan anda dan juga Pak Ravie Ananda, sebagai tokoh muda Kebumen yang perduli dengan "tanah kelahiranya".

    Adapun nilai benar dan salah, pas dan tidak pas dengan nilai kebenaran hakiki intinya anda berdua adalah sebagai manusia yang istimewa, mau menggali dan belajar sejarah kebumen sebagai tempat yang membanggakan dari sebuah negara yang Kaya Keaneragaman.

    Belajar tanpa buku itu menyusahkan, tp lebih memprihatinkan kalau pedapat tentang buku hanyalah kumpulan tulisan di kertas. Buku bisa diartikan luas..sebagaimana luasnya hati terdalam manusia. sumber bukan hanya itu..dan itu saja, tp ada maha sumber yang tidak bisa dipahami oleh setiap manusia. dan semoga melalui tulisan Pak Teguh dan Pak Ravie Ananda menjadi menambah khasanah pengetahuan dan pemahaman kita.

    Satu hal lagi seperti pada alinea pertama disebutkan "kebumen2013.blogspot.com" saya buka kok nggak ada. tapi setelah ngalor ngidul layaknya orang bingung hahaha.., saya bisa pastikan kalau yang Pak Teguh maksud itu http://kebumen2013.com

    Semoga tidak menjadi salah kutip/salah sumber/salah baca.., yang akibatnya bisa membingungkan pembacanya.

    Semoga pemaparan dalam halaman ini atau keduanya menjadi masukan berguna bagi masyarakat Kebumen.

    BalasHapus
  2. Pak Subakir yang terhormat, terimakasih telah sudi mengapresiasi tulisan saya bahkan mengoreksi kesalahan sumber referensi blog sdr. Ravie Ananda

    Berbicara soal kesejarahan, saya tetap berpegang pads data tertulis dan lisan yang dapat dipertanggungjawabkan sebagaimana pernyataan dalam alinea terakhir artikel saya. Di luar itu, saya tidsk berani menyatakan itu sebagai dats yang valid.

    Saya tunggu apresiasi dan kritik serta saran berikutnya dari bapak Subakir. Terimakasih

    BalasHapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  4. gmn dg sejarah hub kebumen dg hamengkubuwono III dan tumenggung alap2 yg sampe k bogor, cilacap(majenang), bnjarnegara...dsb...

    BalasHapus
  5. sejarah mudah di buat di rubah dan di ukir oleh siapa saja , tapi roda kehidupan dan perputaran bumi yang akan bertemu porosnya kembali tidak bisa di rubah perputaranya , dengan kata lain saya lebih percaya bila sejarah akan terus terulang kembali , hanya saja waktu dan sistimnya yang berbeda ,,, bu rustriningsih dan pengikut setianya , menurutku adalah salah satu sejarah yang sempat terulang kembali ,,makasih pada siapa saja yang telah menulis sejarah , sebab dengan begitu aku bisa lebih mudah menghubung-hubungkanya setiap kejadian lama di era modern ini kemudian menetapkan tentang tulisan sejarah siapa yang benar , spt anda para sejarawan yang juga memiliki ilmu dan teori yang sama yaitu ... suka menghubung - hubungkan kemudia menyimpulkan...

    BalasHapus
  6. kajian ilmiah memerlukan data......

    BalasHapus