Selasa, 02 Desember 2014

APAKAH IDEOLOGI PANCASILA PRODUK FREEMASONRY?


Dalam sebuah artikel berjudul, “Pendidikan Pancasila, Freemasonry dan Pergolakkan Umat Islam: Rancunya Pelajaran PPKN” penulis tanpa nama menuangkan kesimpulannya mengenai hubungan Pancasila dengan Freemasonry sbb, “Banyak fakta lain yang sebenarnya masih banyak terkubur tentang kaitan Pancasila, Pendidikan Pancasila dan Freemason. Sudah selayaknya Umat Muslim waspada dan berfikir ulang mencari persamaan antara Pancasila dengan Islam, karena dengan berbagati data yang ada, Pancasila lebih dekat dengan Freemason dan berbagai ajaran agama bathil lainnya. Inilah ideology yang kita bangga-banggakan itu. Allahua'lam[1]. Pandangan-pandangan negatif dan berburuk sangka semacam itu bertebaran dalam sejumlah buku-buku Keislaman yang anti dengan nilai-nilai Demokrasi dan Pancasila.

Kita akan mengurai secara singkat mengenai sejarah lahirnya Pancasila dan membuktikan validitas dugaan subyektif di atas. Kajian ini dituliskan agar kita memahami sejarah nasionalisme yang dibangun oleh para bapak pendiri bangsa yang beraneka ragam agama, suku bahasanya dan agar kita tidak melakukan pengkhianatan dan pengingkaran atas sejarah tersebut dengan membuat analisis dan tudingan yang mengecilkan apa yang pernah dirumuskan oleh para pendiri bangsa demi terciptanya kesatuan dan nasionalisme Indonesia.


Sejarah Lahirnya Pancasila

Dari kronik sejarah setidaknya ada beberapa rumusan Pancasila yang telah atau pernah muncul. Rumusan Pancasila yang satu dengan rumusan yang lain ada yang berbeda namun ada pula yang sama. Secara berturut turut akan dikemukakan rumusan dari Muh Yamin, Sukarno, Piagam Jakarta, Hasil BPUPKI, Hasil PPKI, Konstitusi RIS, UUD Sementara, UUD 1945 (Dekrit Presiden 5 Juli 1959), versi MPR 1966, versi Populer[2]

Berbagai Rumusan Pancasila:

Rumusan Mohamad Yamin

Pada sesi pertama persidangan BPUPKI yang dilaksanakan pada 29 Mei1 Juni 1945 beberapa anggota BPUPKI diminta untuk menyampaikan usulan mengenai bahan-bahan konstitusi dan rancangan “blue print” Negara Republik Indonesia yang akan didirikan. Pada tanggal 29 Mei 1945 Mr. Mohammad Yamin menyampaikan usul dasar negara dihadapan sidang pleno BPUPKI baik dalam pidato maupun secara tertulis yang disampaikan kepada BPUPKI yang isinya sbb:
  1. Peri Kebangsaan
  2. Peri Kemanusiaan
  3. Peri ke-Tuhanan
  4. Peri Kerakyatan
  5. Kesejahteraan Rakyat
Rumusan Soekarno

Selain Muh Yamin, beberapa anggota BPUPKI juga menyampaikan usul dasar negara, diantaranya adalah Ir Sukarno[3]. Usul ini disampaikan pada 1 Juni 1945 yang kemudian dikenal sebagai hari lahir Pancasila yang isinya sbb:
  1. Kebangsaan Indonesia
  2. Internasionalisme,-atau peri-kemanusiaan
  3. Mufakat,-atau demokrasi
  4. Kesejahteraan sosial
  5. ke-Tuhanan yang maha esa
Rumusan BPUPKI – Piagam Jakarta

Selama reses antara 2 Juni9 Juli 1945, delapan orang anggota BPUPKI ditunjuk sebagai panitia kecil yang bertugas untuk menampung dan menyelaraskan usul-usul anggota BPUPKI yang telah masuk. Pada 22 Juni 1945 panitia kecil tersebut mengadakan pertemuan dengan 38 anggota BPUPKI dalam rapat informal. Rapat tersebut memutuskan membentuk suatu panitia kecil berbeda (kemudian dikenal dengan sebutan "Panitia Sembilan") yang bertugas untuk menyelaraskan mengenai hubungan Negara dan Agama.

1.    Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya;
2.    Kemanusiaan yang adil dan beradab ;
3.    Persatuan Indonesia ;
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan ;
5.    Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Rumusan PPKI
Menyerahnya Kekaisaran Jepang yang mendadak dan diikuti dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang diumumkan sendiri oleh Bangsa Indonesia (lebih awal dari kesepakatan semula dengan Tentara Angkatan Darat XVI Jepang) menimbulkan situasi darurat yang harus segera diselesaikan. Sore hari tanggal 17 Agustus 1945, wakil-wakil dari Indonesia daerah Kaigun (Papua, Maluku, Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Kalimantan), diantaranya A. A. Maramis, Mr., menemui Sukarno menyatakan keberatan dengan rumusan “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” untuk ikut disahkan menjadi bagian dasar negara. Untuk menjaga integrasi bangsa yang baru diproklamasikan, Sukarno segera menghubungi Hatta dan berdua menemui wakil-wakil golongan Islam. Semula, wakil golongan Islam, diantaranya Teuku Moh Hasan, Mr. Kasman Singodimedjo, dan Ki Bagus Hadikusumo, keberatan dengan usul penghapusan itu. Setelah diadakan konsultasi mendalam akhirnya mereka menyetujui penggantian rumusan “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dengan rumusan “Ketuhanan Yang Maha Esa” sebagai sebuah “emergency exit” yang hanya bersifat sementara dan demi keutuhan Indonesia. Rumusan Pancasila berubah menjadi sbb:
  1. ke-Tuhanan Yang Maha Esa,
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab,
  3. Persatuan Indonesia
  4. Dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
  5. Serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Rumusan Konstitusi Negara Republik Indonesia Serikat
Ketika NICA menduduki wilayah Indonesia, maka wilayah Indonesia semakin sempit dan pemerintahan bergeser ke Yogyakarta dan pemerintah Belanda mengusulkan nama Republik Indonesia Serikat (RIS) dan pada Tanggal 14 Desember 1949 rumusan Pancasila sebagai dasar negara sbb:
  1. ke-Tuhanan Yang Maha Esa,
  2. perikemanusiaan,
  3. kebangsaan,
  4. kerakyatan
  5. dan keadilan sosial
Rumusan Pancasila Undang-Undang Sementara

Negara RIS hanya bertahan kurang dari 1 tahun dan bergabung dengan negara bagian Yogyakarta. Terjadi perubahan konstitusi. Perubahan tersebut dilakukan dengan menerbitkan UU RIS No 7 Tahun 1950 tentang Perubahan Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang Dasar Sementara (LN RIS Tahun 1950 No 56, TLN RIS No 37) yang disahkan tanggal 15 Agustus 1950 dengan rumusan Pansila sbb:
1.    ke-Tuhanan Yang Maha Esa,
2.    Perikemanusiaan,
3.    Kebangsaan,
4.    Kerakyatan
5.    Keadilan sosial

Rumusan Pancasila Undang-Undang Dasar 1945

Kegagalan Konstituante untuk menyusun sebuah UUD yang akan menggantikan UUD Sementara yang disahkan 15 Agustus 1950 menimbulkan bahaya bagi keutuhan negara. Untuk itulah pada 5 Juli 1959 Presiden Indonesia saat itu, Sukarno, mengambil langkah mengeluarkan Dekrit Kepala Negara yang salah satu isinya menetapkan berlakunya kembali UUD yang disahkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945 menjadi UUD Negara Indonesia menggantikan UUD Sementara. Dengan pemberlakuan kembali UUD 1945 maka rumusan Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD kembali menjadi rumusan resmi yang digunakan. Isi rumusan Pancasila sbb:
  1. Ketuhanan Yang Maha Esa,
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab,
  3. Persatuan Indonesia
  4. Dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
  5. Serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Rumusan MPR 1966

MPR pernah membuat rumusan yang agak sedikit berbeda. Rumusan ini terdapat dalam lampiran Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang Memorandum DPR-GR mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundangan Republik Indonesia. Isi rumusan tersebut sbb:
  1. Ketuhanan Yang Maha Esa,
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab,
  3. Persatuan Indonesia
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
  5. Keadilan sosial
Rumusan Populer

Rumusan ini pula yang terdapat dalam lampiran Tap MPR No II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa). Isi rumusan tersebut sbb:
  1. Ketuhanan Yang Maha Esa,
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab,
  3. Persatuan Indonesia
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
  5. Keadilan sosial
Dari pemaparan sejarah dapat kita lihat bahwa isi rumusan Pancasila mengalami perkembangan dan dinamika yang sudah menjadi bagian dari lembaran sejarah. Ada sepuluh rumusan Pancasila namun rumusan Ir. Soekarno yang diterima sampai sekarang dengan formulasi yang lebih lengkap sebagaimana kita ketahui hingga kini.

Sumber Pemikiran Pancasila Soekarno

Karena pemikiran Pancasila yang kita terima adalah produk perasan pemikiran Soekarn, maka dirasa perlu untuk mengetahui akar pemikiran Soekarno mengenai Pancasila. Dalam pidatonya pada Tanggal 1 Juni 1945 beliau berkata, “...Aku tolak dengan tegas ucapan Prof. Notonegoro, bahwa aku adalah pencipta Pancasila. Pancasila diciptakan oleh bangsa Indonesia sendiri. Aku hanya menggali Pancasila daripada buminya Bangsa Indonesia. Pancasila terbenam di dalam bumi bangsa Indonesia 350 tahun lamanya. Aku gali kembali dan aku sembahkan Pancasila ini di atas persada bangsa Indonesia kembali[3]. Bambang Ruseno Utomo memberikan komentar, “Secara kultural yang pertama, Pancasila memang berakar dari kebudayaan asli Indonesia, yaitu sifat religius yang kuat dan budaya yang menjunjung tinggi nilai kebersamaan di dalam tindakan, gotong royong maupun di dalam pengambilan keputusan atau musyawarah untuk mufakat dengan tujuan menjaga serta memelihara keserasian hubungan di dalam kelompok maupun dengan kelompok lain serta lingkungan hidupnya[4]

Fakta historis ini toch ada yang juga meragukannya. Seorang penulis di blognya membuat penyangkalan akan orisinalitas ide Pancasila Soekarno dan menyimpulkan bahwa setidaknya Soekarno memperoleh tiga pengaruh dalam merumuskan Pancasila yaitu pemikiran Kosmopolitanisme A. Baars (Belanda) dan prinsip San Min Chu I dari DR. Sun Yat Sen serta kalangan Islam. Berikut kesimpulan dan pernyataan penulis blog tersebut:
Dengan cara mencocokkan seperti ini, berarti nampak dengan jelas bahwa Pancasila yang dicetuskan oleh Bung Karno pada tanggal 1 juni 1945, yang merupakan”Rumus Pancasila I”, sehingga dijadikan Hari Lahirnya Pancasila, berasal dari 3 sumber yaitu:

a) Dari San Min Cu I Dr. Sun Yat Sen (Cina);
b) Dari internasionalisme (kosmopolitanisme A. Baars (Belanda).
c) Dari umat Islam.

Jadi Pancasila 1 juni 1945, adalah bersumber dari : (1) Cina; (2) Belanda; dan (3) Islam. Dengan begitu bahwa pendapat yang menyatakan Pancasila itu digali dari bumi Indonesia sendiri atau dari peninggalan nenek moyang adalah sangat keliru dan salah !”[5]

Pendalilan dan kesimpulan di atas didasarkan penafsiran atas isi pidato Ir. Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945 dimana beliau menyampaikan pengaruh tokoh-tokoh pergerakan besar lainnya di negara yang baru merdeka antara lain Tiongkok di bawah kepemimpinan Sun Yat Ten. Berikut petikannya dari buku Tujuh Bahan Pokok Demokrasi:

Saya mengakui, pada waktu saya berumur 16 tahun, duduk di bangku sekolah H.B.S. di Surabaya, saya dipengaruhi seorang sosialis yang bernama A. Baars, yang memberi pelajaran kepada saya, – katanya : jangan berpaham kebangsaan, tetapi berpahamlah rasa kemanusiaan seluruh dunia, jangan mempunyai rasa kebangsaan sedikitpun. Itu terjadi pada tahun 1917. akan tetapi pada tahun 1918, alhamdulillah, ada orang lain yang memperingatkan saya, ia adalah Dr. Sun Yat Sen ! Di dalam tulisannya “San Min Cu I” atau “The THREE people’s Principles”, saya mendapatkan pelajaran yang membongkar kosmopolitanisme yang diajarkan oleh A. Baars itu. Dalam hati saya sejak itu tertanamlah rasa kebangsaan, oleh pengaruh“The THREE people’s Principles” itu. Maka oleh karena itu, jikalau seluruh bangsa Tionghoa menganggap Dr. Sun Yat Sen sebagai penganjurnya, yakinlah bahwasanya Bung Karno juga seorang Indonesia yang dengan perasaan hormat dengan sehormat-hormatnya merasa berterima kasih kepada Dr. Sun Yat Sen, -sampai masuk ke liang kubur...

...Prinsip nomor 4 sekarang saya usulkan. Saya didalam tiga hari ini belum mendengarkan prinsip itu, yaitu kesejahteraan, prinsip: tidak ada kemiskinan di dalam Indonesia merdeka. Saya katakan tadi prinsipnya San Min Cu I ialah “Mintsu, Min Chuan , Min Sheng” : Nationalism, democracy, socialism. Maka prinsip kita …..harus …… sociale rechtvaardigheid...

...Maka demikian pula jikalau kita mendirikan negara Indonesia merdeka, Paduka tuan ketua, timbullah pertanyaan: Apakah Weltanschaung” kita, untuk mendirikan negara Indonesia merdeka di atasnya?Apakah nasional sosialisme ? ataukah historisch-materialisme ? Apakah San Min Cu I, sebagai dikatakan oleh Dr. Sun Yat Sen ? Di dalam tahun 1912 Sun Yat Sen mendirikan negara Tiongkok merdeka, tapi “Weltanschaung” telah dalam tahun 1885, kalau saya tidak salah, dipikirkan, dirancangkan. Di dalam buku “The THREE people’s Principles” San Min Cu I,-Mintsu, Min Chuan , Min Sheng” : Nationalisme, demokrasi, sosialisme,- telah digunakan oleh Dr. Sun Yat Sen Weltanschaung itu, tapi batu tahun 1912 beliau mendirikan negara baru di atas “Weltanschaung” San Min Cu I itu, yang telah disediakan terlebih dahulu berpuluh-puluh tahun.”[6]

Bagaimana kita menanggapi pemikiran di atas? Kita tentu saja tidak menampik berbagai pengaruh kaum intelektual yang Ir. Soekarno pelajari dan lahap pemikiran-pemikirannya dalam buku-buku mereka. Namun menyimpulkan begitu saja bahwa Ir. Soekarno telah mengambil alih gagasan mereka dengan istilah yang lebih Indonesia, sungguh terlalu meremehkan kapabilitas Ir Soekarno sebagai seorang ideolog dan penulis serta pemikir yang produktif menghasilkan tulisan-tulisan di masa perjuangan pra kemerdekaan. Pernyataan Ir. Soekarno mengenai San Min Chui harus ditempatkan pada pemikiran-pemikiran besar lainnya yang menginspirasi Soekarno. Namun isi dan ruh dari Pancasila memang benar-benar digali dan tumbuh dari perilaku bangsa Indonesia sendiri.

Dengan kajian di atas (mengenai asal usul pemikiran Pancasila) maka gugurlah tuduhan bahwa Pancasila memiliki kaitannya dengan produk Freemasonry.

Freemasonry Bukan Gerakan Politik Melainkan Spiritual

Nama Freemasonry sering dihubungkan dengan masyarakat rahasia yang terdiri dari orang-orang Yahudi yang memiliki sejumlah rencana dan agenda untuk menggiring dunia ini dalam agenda mereka. Kalangan Muslim paling sensitif dan kritis dalam mempersoalkan keberadaan mereka.
Di Indonesia ada beberapa buku utama dari pihak Muslim yang membahas keberadaan Freemasonry al.,
  1. Sorotan Terhadap Freemasonry: Organisasi Rahasia Yahudi. Disusun oleh LPPA Muhammadiyah Jakarta tahun 1979.
  2. Freemasonry di Asia Tenggara oleh Abdullah Patani
  3. Freemasonry in Indonesia from Radermacher to Soekanto, 1762-1961 sebuah paper tipis karya Paul W van der Veur terbitan Ohio University Center for International Studies tahun 1976
  4. Tarekat Mason Bebas dan Kehidupan Masyarakat di Hindia Belanda dan Indonesia 1764-1962 karya Th Stevens
  5. Gerakan Freemasonry (Al Masuniyah)karya Muhammad Shafwat as-Saqa Amini dan Sa’di Abu Habib
  6. Rahasia Gerakan Freemasonry dan Rotary Club karya seorang ulama Mesir Muhammad Fahim Amin dan diterbitkan oleh Pustaka al-Kautsar.
Ada dua buku yang akhir-akhir ini menjadi rujukan di Indonesia yaitu karya Henry Nurdi dengan judul Jejak Freemason & Zionis di Indonesia[7] dan sebuah novel yang hendak mengungkap simbol-simbol Masonik di Jakarta karya Rizki Rydasmara dengan judul The Jacatra Secret[8].

Apa dan bagaimanakah Freemasonry tersebut? Freemasonry adalah organisasi persaudaraan (fraternal organisation) yang muncul dari asal usul yang tidak jelas yaitu sekitar Abad XVI dan XVII. Freemasonry sekarang ini muncul dalam beragam bentuk di seluruh dunia dengan keanggotaan sekitar 6 juta termasuk di Skotlandia dan Irlandia sebanyak 150.000 dan lebih dari ¼ juta berada di wilayah yuridiksi Kesatuan Loji Agung Inggris (United Grand Lodge of England) serta sebanyak 2 juta berada di Amerika Serikat[9]

Persaudaraan diorganisir secara administratif ke dalam Loji Agung (Grand Lodges) atau Orient-orient yang masing-masing memerintah berdasarkan wilayah yuridiksinya yang terdiri dari logji-loji bawahan. Berbagai Loji Agung mengakui keberadaan satu sama lain atau menolaknya berdasarkan kesetiaan kepada penunjuk (Loji agung biasanya akan menganggap Loji Agung lainnya yang berbagi penunjuk yang sama, sebagai anggota tetap dan mereka yang tidak akan dianggap sebagai bukan anggota atau penyusup).

Ada juga anggota-anggota tambahan yang organisasi-organisasinya berhubungan dengan cabang utama Freemasonry namun dengan adminsitrasi yang berdiri sendiri. Freemasonry menggunakan ungkapan-ungkapan kiasan pekerjaan perkakas tukang batu dan perkakas-perkakas lainnya pada latar belakang kiasan bangunan Bait Suci Salomo, sebagai apa yang digambarkan baik oleh para anggota Mason maupun pengritiknya, “sebuah sistem moralitas yang diselubungi dalam kiasan dan gambaran simbolik”[10]

Dari definisi dan deskripsi di atas kita mendapatkan beberapa kata kunci penting yaitu “persaudaraan”, “perkumpulan rahasia”, “sarat dengan tanda simbolik”, “anggota tersebar luas di berbagai negara”.

Freemasonry lebih kepada sebuah perkumpulan esoteris (penekanan aspek batin) yang memiliki pola tertutup dan rahasia. Freemasonry kerap mengidentifikasikan dirinya dengan sebuah prinsip yang mengakomodir seluruh gagasan yang diajarkan dalam semua agama

Freemasonry di Jaman Pra Kemerdekaan Indonesia

Apa yang dikenal orang saat ini dengan Freemasonry atau dalam bahasa Belanda Vritmejselarij ternyata sudah masuk ke Indonesia sejak pemerintahan kolonial khususnya VOC. Vritmetselarij sebenarnya hanyalah salah satu dari organisasi kebatinan yang merebak di Indonesia pra kemerdekaan.

Setidaknya ada dua teori mengenai asal usul Freemasonry. Pertama, Jika merujuk pada buku DR. Th. Stevens, “Tarekat Mason Bebas dan Kehidupan Masyarakat di Hindia Belanda dan Indonesia 1764-1962” diperoleh keterangan bahwa Freemasonry telah masuk di zaman VOC dengan ditandai berdirinya berbagai Loji sebagai pusat kegiatan mereka.

Sebelum tahun 1756 di Hindia Timur telah berkembang pengikut Mason Bebas. Sejarawan Hageman mengatakan bahwa keberadaan para Mason di Batavia berasal dari Inggris[11].

Sejarawan Van der Veur mengatakan bahwa loji pertama yang didirikan adalah La Choisie di Batavia tahun 1762 atas prakarsa J.C.M. Radermacher (1741-1780) seorang syahbandar Batavia. Beliau adalah anak Suhu Agung pertama dari Tarekat Mason di Belanda bernama Joan Cornelis Radermacher. Tidak ada kesepakatan diantara sejarawan mengenai persisnya lembaga ini didirikan. Ada yang mengatakan 1762 (Van der Veur dan Gelman Taylor) dan ada yang mengatakan 1764 (literatur Masonik). Kemudian terjadi pembagian antara Loji Solomon di Benggala India dan Loji La Choisie.

Sejarawan de Geus mengatakan bahwa pembangunan loji La Choisie, dikatakan sebagai langkah berani karena situasi jaman tersebut keberadaan Tarekat Mason di musuhi baik di negeri induknya di Belanda maupun di Batavia dan oleh para rohaniawan gereja, Tarekat Mason Bebas dianggap sebagai “mahluk-mahluk berbahaya bagi negara dan gereja” [12].

Sementara sejarawan Gelman Taylor memandang bahwa keberadaan Tarekat Mason Bebas khususnya pada saat pendirian loji La Choisie terjadi karena munculnya perkembangan mestizo (keturunan darah campuran) yang mencapai kejayaan di  Abad XVIII sehingga menjauhkan mereka dari kebudayaan asli di Belanda dan membuat mereka terkucil.

Gubernur Jendral van Imhoff (1743-1750) ingin menguasai koloni dagang tersebut menjadi koloni warga Belanda di Jawa. Van Imhoff banyak mendatangkan petani Belanda dan memajukkan modernitas di Hindia Timur sehingga menggeser kedudukan para mestizo. Kebijakkan van Imhoff diteruskan oleh Jacob Mossel (1750-1761) dengan memberikan pembatasan-pembatasan kepemilikan oleh para mestizo.

Keberadaan Tarekat Mason menjadikan seseorang yang bergabung ke dalamnya (termasuk para mestizo) memiliki perilaku kebelandaan dan membuat seseorang memiliki status tinggi karena dapat dekat ke elit pemerintahan[13]

Loji ini berdiri tidak lama. Ada yang mengatakan Loji ini sudah berhenti tahun 1766, ada yang mengatakan 1767 (Hageman) dan ada yang mengatakan bahwa sebelum menerima surat konstitusi tahun 1770, loji itu telah tidak berfungsi (De Visser Smits). Tidak ada kata sepakat mengenai berhentinya keberadaan loji tersebut. Ada yang mengatakan karena larangan pemerintah. Ada yang mengatakan ketidakmampuan menampung kehadiran anggota yang pluralis sebagaimana pernah dilakukan Radermacher[14] .

Loji “La Fidele Sincerite” (1767) dan Loji “La Vertueuse” (1769)

Keanggotaan loji La Fidele Sincerite sebagian besar dari La Choisie maka dikatakan bahwa loji ini adalah penerus dari La Choisie (hal 66). Loji ini diresmikan oleh Abraham van der Weyden wakil Suhu Agung Provinsial di Batavia dan peresmian dilaksanakan di sebuah losmen dengan nama Heerenlogement tempat dimana para Masonik La Choisie dulunya kerap mengadakan pertemuan.

Beberapa peneliti Masonik menyimpulkan bahwa keberadaan loji La Fidele Sincerite sebagai tempat orang kurang berada (tempat pelarian bagi para tentara, burger, orang mardika, pelaut serta pegawai VOC menengah ke bawah) sehingga kerap menimbulkan perselisihan karena perbedaan status dan agama sehingga terciptalah loji La Vertueuse yang lebih homogen dalam hal status sosial. Ketua pertamanya bernama Hasselaar seorang administratur gudang gandum[15].

Hageman menilai peresmian La Fidele Sincerite 1772 bukan oleh Suhu Agung melainkan hanya wakilnya Abraham van der Weyden mrupakan ketidaan hubungan yang mendalam antara Loji Agung dan Loji Hindia Timur. Heren Zeventien (Tuan-tuan Tujuhbelas yang merupakan penentu kebijakan kompeni) tidak membolehkan keikutsertaan loji Hindia Timur di luar sepengetahuan mereka[16].

Daftar keanggotaan Tarekat Mason Bebas di Loji La Fidele Sincerite sangat beragam mulai dari pegawai pemerintahan sampai, tentara, pengacara, swasta sebanyak 48 anggota[17]. Kedudukan mereka lebih rendah dari anggota di Loji La Vertueuse meskipun jumlahnya hanya 38 anggota[18].

Pada tahun 1815 loji La Fidele Sincerite pindah dari Amanusgracht ke Tijgergracht dan diresmikan oleh pemerintahan Ingris melalui Thomas Standford Raffles seorang anggota Mason yang kemudian sebulan kemudian membuat dia naik pangkat dan diangkat sebagai meester (suhu) di loji Vriendschap di Surabaya. Tahun 1819 dipindah ke sebuah rumah anggota Mason dan sampai tahun 1837 menjadi tempat pertemuan loji.

Tahun 1786 merupakan tonggak keemasan Freemason karena peresmian gedung baru diresmikan oleh Gubernur Willem Alting dihadiri oleh para pejabat tinggi. Freemason mulai dkenal khayalak [19].

Pelukis Prancis bernama Piron sekitar tahun 1794-1795 melukis 12 gambar simbolik bercorak Masonik dan dipindah ke gedung De Ster in Het Oosten (loji Bintang Timur). Lukisan tersebut melambangkan: hikmat, kekuatan, keindahan, kebajikan, amal, persatuan,kehati-hatian, pengharapan, keadilan, kedamaian, keadilan, sifat berdiam diri”[20]

Berturut-turut kemudian didirikan loji-loji Freemasonry atau Vrijtmetselarij atau Tarekat Mason Bebas antara lain dengan nama: Loji La Constante et Fidele di Semarang (1801), Loji De Vrienschap di Surabaya (1809), Peleburan loji –loji di Batavia ke dalam loji baru De Ster in het Oosten (1837), Loji “Mata hari” di Padang (1858)[21].

Kedua, dengan merujuk pada buku karya Iskandar P. Nugraha yang mengulas dengan cerdas sejarah dan perkembangan gerakan kebatinan atau Teosofi di masa kolonial di Indonesia dalam bukunya berjudul, “Teosofi, Nasionalisme dan Elite Modern Indonesia”. Vritmetselarij (Freemasonry) hanyalah salah satu anggota organisasi Teosofi yang berkembang pada waktu itu.

Menurut Iskandar P. Mugraha, Gerakan Teosofi didirikan pertama kali di New York, Amerika Serikat pada tahun 1875 oleh seorang perempuan bangsawan keturunan Rusia bernama Helena Petrovna Blavatsky yang dibantu dua orang Amerika bernama Henry Steel Olcoot dan W.Q. Judge.
Selanjutnya Henry Steel Olcoot diangkat menjadi presiden pertama perkumpulan tersebut yang kemudian diberi nama Theosophical Society (TS). Gerakan ini selalu menekankan bahwa anggotanya berkewajiban membuat pikiran merdeka dan bekerja demi perubahan rakyat yakni lwat cara batin untuk melawan segala hawa nafsu manusia. Menurut mereka agama-agama konvensional tidak lagi memiliki pengaruh[22]

Melihat sifat gerakannya, TS merupakan suatu gerakan Hindu Baru (Neo Hindu Movement) yang terinspirasi mistisisme-esoteris Yahudi bernama Kabbala dan Gnosticsm, suatu ilmu rahasia keselamatan serta bentuk-bentuk okultisme Barat, demikian Iskandar Nugraha memberikan ulasan pembuka[23]

Pada tahun 1885-1891 organisasi TS melancarkan pengaruhnya ke Barat dan Timur India. Pemikiran-pemikiran H.P. Blavatsky dituangkan dalam majalah The Rheosophist. Pada tahun 1895 dimulailah babak perkembangan baru dengan bergabungnya Annie Besant. Berkat kepandaiannya beliau menggabungkan prinsip kebatinan Timur dan Barat serta kelihaiannya dalam mensosialisasikan gerakan dalam berbagai propaganda maka pengaruh gerakan Teosofi bukan hanya di India melainkan sampai ke Hindia Belanda (Indonesia) dan berbagai dunia.
Berbagai organisasi didirikan di bawah Theosophical Society (TS) yang dipimpin Annie Besant termasuk di Hindia Belanda seperti Perkumpulan Freemasonry, Moeslim Bond, Theosofische Wereld Universiteit dan The Liberal Catholic Church[24].

Gerakan Teosofi berkembang pertama kali di Pekalongan pada tahun 1883 di bawah kepemimpinan Baron van Tengnagel. Tahun 1901 dimulai babak baru organisasi Teosofi di Hindia Belanda seperti di Semarang lalu Surabaya (1903), Yogyakarta (1904) serta Surakarta (1905).

Dari kedua teori dan pendekatan di atas kita dapat simpulkan bahwa berbagai aktifitas gerakan yang bernama Freemasonry atau Vritmejselarij bisa jadi datang dalam dua gelombang atau tahapan. Tahapan pertama yaitu di masa VOC pada tahun 1700-an dimana pesertanya berasal dari golongan pegawai VOC dan priyayi Jawa. Tahapan kedua yang berasal dari Gerakan Teosofi di India yang masuk pada tahun 1800-an. Bisa jadi, pada akhirnya organisasi yang masuk pertama kali melebur dalam Gerakan Teosofi dikarenakan kesamaan karakteristik pemikiran dan perjuangan dibidang kebatinan dan aspek esoteris.

Orang-orang Indonesia yang menjadi anggota Freemasonry

DR. Th. Stevens, menuliskan bahwa pada zaman Jepang sudah ada beberapa orang Indonesia bergabung dengan Tarekat Mason Bebas sebanyak 50 orang[25].

Raden Saleh anggota Mason Bebas ditahbiskan tahun 1836 di Loji Eendracht Maakt Macht. Abdul Rahman buyut Sultan Pontianak tahun 1844 menjadi anggota Mason di Loji Vriendschap dan dia adalah Muslim pertama yang ikut Mason Bebas[26]. Bupati Surabaya bernama R.A. Pandji Tjokronegoro menjadi anggota tahun 1908.

Loji Vriendschap merupakan pusat anggota Mason dari Indonesia dan pada tahun 1870 didirikan Loji Mataram di Jawa. Pangeran Soerjodilogo (keturunan Paku Alam) tahun 1871 menjadi anggota Mason. Persemian Loji Mataram dilaksanakan dengan rumah pinjaman dari HB VI di Malioboro[27].
Abdurachman Surjomihardjo memberikan deskripsi pengaruh Freemasonry di wilayah Yogyakarta sbb: “Sejak akhir abad ke-19, tepatnya tahun 1891, beberapa anggota gerakan itu telah berhubungan dan menanam bibit di lingkungan keluarga Paku Alam. Paku Alam V telah resmi menjadi mason yang kemudian diikuti oleh Paku Alam VI dan Paku Alam VII secara aktif[28]

Salah satu keluarga Paku Alam yaitu K.P.H Notodirdjo menjadi anggota Mason sekaligus sebagai ketua pengurus besar Boedi Oetomo. Abdurachman Surjomihardjo kembali menjelaskan: “Sejak awal paham Budi Utomo memang berhubungan dengan Mason. Ketua Budi Utomo yang pertama, K.R.T. Tirtokusumo, Bupati Karanganyar di Banyumas, mempunyai hubungan perkawinan dengan keluarga Paku Alam[29]

Raden Sujono menulis di Indisch Maconniek Tijdscrift (IMT) menulis bahwa tahun 1928 ada 43 orang Jawa ikut Mason Bebas. Empat dari keturunan raja, dua puluh pegawai pemerintah orang indonesia, sepuluh memegang jabatan yang biasanya dipegang orang Eropa dan tujuh berprofesi sebagai dokter hewan[30].

Iskandar P. Nugraha mengulas berbagai tokoh pergerakan Indonesia banyak yang memiliki latar belakang pendidikan Teosofi seperti Tjipto Mangoenkoesoemo (Pendiri Boedi Oetomo, 1908), Douwes Dekker (pendiri Indische Partij, 1912), bahkan Kiai Haji Agus Salim.

Dalam komentarnya yang dikutip oleh Solichin Salam dalam bukunya Hadji Agus Salim, Hidup dan Perdjuangannja, Agus Salim mengatakan simpatinya terhadap organisasi TS sbb, “Saya bergabung ke dalam Theosophical Society karena saya melihat mereka mengakomodasi banyak kaum Muslimin, khususnya Muslim yang diasingkaan karena pendidikan barat-nya namun masih berpegang kuat pada tradisi. Mereka adalah orang-orang yang tertarik pada Theosophical Society”[31]

Sekalipun Ir Soekarno bukan anggota Teosofi namun melalui ayahnya, R. Soekemi beliau memperoleh akses pemikiran-pemikiran Teosofi dan pemikiran besar tokoh dunia lainnya sebagaimana Iskandar P. Nugraha mendeskripsikan, “Sukarno bukan anggota Gerakan Teosofi, namun berkat keterlibatan ayahnya, ia dapat menempa keintelektualannya lewat Gerakan Teosofi[32]

Sampai pada penjelasan Freemasonry di Indonesia masa pra kemerdekaan dan ketidakterlibatan Soekarno secara langsung telah pula mematahkan argumentasi bahwa Pancasila rumusan Soekarno merupakan produk Freemasonry. Bahkan tidak pernah ada doktrin Pancasila dalam Freemasonry.

Keberadaan Loji Sebagai Pusat Kegiatan Teosofi
Dan Sikap dan Reaksi Negatif Terhadap Aktivitas Loji

Loji di lingkungan Gerakan Teosofi diartikan sebagai suatu perkumpulan dengan jumlah minimal anggota tujuh orang. Loji harus mendapat izin dari perkumpulan induk yang berpusat di Adyar, India, dengan bukti berupa akta yang ditandatangani Presiden Gerakan Teosofi. Loji-loji itu melakukan aktifitas sesuai dengan apa yang digariskan pusat. Kegiatan utama mereka masih terbatas pada bidang mistis dan kebatinan[33]

Loji sebagai pusat kegiatan Freemasonry kerap mendapatkan sorotan negatif dari masyarakat dengan sebutan Omah Setan karena kerap dijadikan media pemanggilan arwah. Abdurachman Surjomiharjo mendeskripsikan sbb: “Pertemuan kaum mason diadakan di loge atau Loji Mataram di Jalan Malioboro. Pada waktu Yogyakarta menjadi ibukota Republik Indonesia, gedung ini dipakai oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Istimewa Yogyakarta. Loji Mason di kalangan masyarakat bumiputera disebut sebagai ‘Rumah Setan’. Upacara penerimaan anggota baru mason diliputi oleh keanekaan dan kerahasiaan. Upacara ini diadakan di loji, dalam bahasa Belanda disebut Huis van Overdenking atau dalam bahasa Jawa disebut Omah Pewangsitan[34]. Beberapa pengikut Freemasonry (Vrijmetselarij) membela bahwa istilah “rumah setan” merupakan pengrusakan istilah dari “rumah pamagsitan” atau “rumah permenungan”[35].

Kesimpulan yang sama diutarakan Iskandar P. Nugraha mengenai reaksi masyarakat dalam perkembangan Gerakan Teosofi sbb, “Gerakan Teosofi di Hindia Belanda juga tak luput dari kecaman dan reaksi dari berbagai pihak. Selain datang dari golongan agama konvensional seperti Islam dan Katolik, ternyata reaksi juga datang dari pihak pemerintah Belanda serta golongan nasionalis Indonesia[36] Iskandar melanjutkan dengan menganalisis akar persoalan reaksi masyarakat tersebut, “Corak kegiatan yang cenderung mengambil anasir-anasir budaya asli (Jawa) berwarna Hindu-Budha telah menjadi faktor penyebab timbulnya ketidaksenangan sementara di kalangan Islam di Hindia. Selain dikecam karena warna Hindu-Budhanya, sebagian kalangan Islam juga menuduh orang Belanda dalam Gerakan Teosofi menggunakan kedok organisasi untuk propaganda menyiarkan agama Kristen di kalangan Muslim Indonesia[37]

Kesimpulan

Dari kajian historis di atas nampaklah bahwa argumentasi yang menyatakan bahwa Pancasila sebagai ideologi pemersatu bangsa Indonesia yang dicetuskan salah satu  Founding Fathers (Para Bapak Pendiri Bangsa) yaitu Ir. Soekarno merupakan produk Freemasonry adalah tuduhan subyektif dan tidak memiliki dasar yang kokoh dalam perspektif sejarah.

Pernyataan-pernyataan antipati terhadap eksistensi dan filosofi Pancasila semakin menguat akhir-akhir ini di kalangan radikalis agama dengan menggunakan premis-premis teks agama yang sempit dan minimnya pengetahuan sejarah serta tipisnya jiwa nasionalisme.

Berbagai tuduhan dilemparkan kepada para pahlawan negeri ini dengan melabeli mereka serta menghubungkan mereka dengan pemikiran-pemikiran Freemasonry, Iluminati, Zionis, Yahudi seolah-olah mereka adalah antek dan alat-alat propaganda mereka.

Kenyataan ini mengingatkan kita akan berbagai daya upaya kelompok-kelompok tertentu untuk mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi lainnya. Marilah kita bersatu untuk menjaga kesatuan Negara Republik Indonesia dengan segala keaneka ragaman agama, ras, suku, bahasa, budaya dengan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa Indonesia.

“Jasmerah” (Jangan sekali-kali melupakan sejarah), demikian pesan Bung Karno. Mengganti ideologi Pancasila berarti mengkhianati sejarah. Mengkhianati sejarah berarti kita mengkhianati persatuan. Mengkhianati persatuan berarti kita menghancurkan keutuhan Indonesia Raya.


http://teguhhindarto.blogspot.com/2012/05/apakah-ideologi-pancasila-produk.html



END NOTES


[3] Bambang Ruseno Utomo, MA., Hidup Bersama Di Bumi Pancasila, Malang: Pusat Studi Agama dan Kebudayaan, 1993 hal 27

[4] Ibid.,

[5] Sejarah Lahirnya Pancasila
http://eri32.wordpress.com/2009/07/31/sejarah-lahirnya-pancasila/

[6] Ibid.,

[7]Jejak Freemason & Zionis di Indonesia Jakarta: Cakrawala Publishing 2005

[8] The Jacatra Secret, Jakarta: Salsabila 2011

[10] Ibid.,

[11] Tarekat Mason Bebas dan Kehidupan Masyarakat di Hindia Belanda dan Indonesia 1764-1962, Jakarta: Sinar Harapan 2004, Ibid., hal 56

[12] Ibid., hal 60

[13] Ibid., hal 62-63

[14] Ibid., hal 65

[15] Ibid., hal 69

[16] Ibid., hal 70

[17] Ibid., hal 73-75

[18] hal 75

[19] Ibid., hal 90

[20] Ibid.,

[21] Ibid., hal 90-138

[22] Teosofi, Nasionalisme dan Elite Modern Indonesia, Depok: Komunitas Bambu 2011, hal 5

[23] Ibid.,

[24] Ibid., hal 7

[25] Ibid., hal 299

[26] Ibid., hal 300

[27] Ibid., hal 301

[28] Kota Yogyakarta Tempoe Doeloe: Sejarah Sosial 1880-1930, Depok: Komunitas Bambu 2008, hal 49

[29] Ibid.,

[30] Op.Cit., Tarekat Mason Bebas dan Kehidupan Masyarakat di Hindia Belanda dan Indonesia 1764-1962, hal 314

[31] Op.Cit., Teosofi, Nasionalisme dan Elite Modern Indonesia, hal 32

[32] Ibid., hal 31

[33] Ibid., hal 9

[34] Op.Cit., Kota Yogyakarta Tempoe Doeloe: Sejarah Sosial 1880-1930, hal 51

[35] Op.Cit., Tarekat Mason Bebas dan Kehidupan Masyarakat di Hindia Belanda dan Indonesia 1764-1962, hal 320

[36] Op.Cit., Teosofi, Nasionalisme dan Elite Modern Indonesia, hal 90

[37] Ibid., hal 91

Tidak ada komentar:

Posting Komentar