Rabu, 27 Desember 2017

POSITIONING DAN PERTIMBANGAN SOSIOLOGIS PERENCANAAN KAWASAN KARANGSAMBUNG DAN KAWASAN KARST GOMBONG SELATAN SEBAGAI GEOPARK NASIONAL

 http://irandoostan.com/dostcont/uploads/2016/07/Qeshm-Geopark-Advisor-Is-Selected-As-UNESCO-Geoparks-Council.jpg

Akhir-akhir ini kita kerap mendengar istilah Geopark yang dihubungkan dengan lokasi yang sarat dengan situs geologis Karangsambung dan juga Kawasan Karst Gombong Selatan. Namun apa dan bagaimanakah Geopark itu? Apa nilai dan manfaat Geopark bagi masyarakat? Sebelum membicarakan lebih jauh perihal pemosisian wilayah Karangsambung dan Kawasan Karst Gombong Selatan sebagai kawasan strategis Geopark Nasional, kita akan awali dengan pemahaman perihal konsep Geopark

Selasa, 12 Desember 2017

MEWASPADAI SIKLUS BUNUH DIRI DI KEBUMEN

 
Menurut catatan Koran Kebumen Ekspres daftar orang-orang yang melakukan tindakkan bunuh diri di Kebumen sepanjang Agustus hingga Desember mencapai 18 jiwa (KE 6 Des 2017). Beberapa kasus bunuh diri al., Sarjono tewas bunuh diri menenggak racun (3 Nov 2017), Maulana Aan Abdillah menggantung diri (18 Nov 2017), Lasiyah (25 Nov) seorang berinisial BDN tewas menyemplungkan diri dalam sumur (4 Des 2017), seorang berinisial AN tewas tergantung di dekat kandang ayam (3 Des 2017).

Kejadian bunuh diri ini sudah terpolakan sebelumnya karena ternyata sepanjang Sepanjang 2015-2016 kasus ini tidak berkurang malah bertambah. Tahun 2015 telah terjadi beberapa kali kasus kematian akibat bunuh diri di Kebumen (10 Januari, 20 Maret, 10 April, 27 Agustus). Sementara tahun 2016 sudah mencapai sepuluh kasus (23 Januari, 9 Februari, 24 Maret, 10 April, 30 April, 8 Mei, 9 Mei, 22 Mei, 13 Juni, 23 Juni).

Minggu, 05 November 2017

CATATAN DAN ULASAN BUKU “ANAK KOLONG” KARYA YAN LUBIS (DR. Rusdian Lubis)

Disampaikan di Museum Rumah Martha Tilaar, Gombong
5 November 2017

Introduksi

Mengulas buku dengan judul “Anak Kolong” karya Yan Lubis atau DR. Rusdian Lubis sungguh merupakan sebuah kehormatan, kejutan serta beban buat saya selaku pengulas. Kehormatan, karena ini adalah sebuah buku karya seorang Doktor Ilmu Manajemen Sumber Daya Alam lulusan Oregon University yang pernah menjadi seorang Direktur di lingkungan Kementrian Lingkungan Hidup. Kejutan, karena sejak saya tumbuh menjelang remaja di Bandung dan bersekolah dasar di SD Angkasa dan sekolah menengah atas di SMA 9 Bandung dimana kedua lokasi sekolah tersebut berada dekat dengan lingkungan militer TNI AU dan Pabrik Pesawat Nurtanio, maka istilah “Anak Kolong” sudah begitu familiar di telinga anak-anak seusia saya yang tinggal di Bandung. Seperti dikatakan Yan Lubis, istilah “Anak Kolong” sendiri kerap dilekati sejumlah stigma baik perihal arogansi maupun kenakalan mereka sebagai anak-anak militer. Jika Yan Lubis mengungkapkan kekagumannya terhadap Gunung Thian San di Kirghistan yang sejak kecil hanya didengarnya melalui cerita silat masa kecilnya yaitu Hoan Kiam Kie Tjeng namun saat berhasil melihatnya dengan mata kepala sendiri saat bertugas di sana tahun 2012 berkata, “Aku dekati kaki gunung tertinggi di belahan bumi utara ini dan mengusap batu-batunya sambil berteriak: Finally, I see Tian San...”, maka saat membaca buku “Anak Kolong” saya harus berkata, “Akhirnya, saya bertemu anak kolong dan membaca buku tentang kehidupan mereka”. Beban, karena buku yang saya ulas adalah buku setebal 383 halaman yang saya baru terima hari Sabtu sore jam 16.30 sementara saya harus menyajikan ulasannya pada Minggu malam jam 19.00. Baru kali ini saya buku dalam tempo  satu hari satu malam membaca dan membuat ulasan buku tersebut. Saya jadi teringat gagasan nyleneh kawan saya Pak Sabur Herdian yang sering saja ejek perihal perlunya “kapsul buku” dimana saat seseorang menelannya maka informasi perihal buku tertentu dapat diperoleh seketika.

Kamis, 07 September 2017

MEMBANGUN KESADARAN ILMIAH: CATATAN PERINGATAN 50 TAHUN LIPI DI KARANGSAMBUNG


Dalam rangka memperingati 50 tahun kehadiran dan karya keilmuan LIPI, maka LIPI Karangsambung mengadakan berbagai kegiatan yang melibatkan siswa didik dari tingkat SD, SMP hingga SMU bahkan umum, untuk memeriahkan perayaan tersebut. Berbagai kegiatan dan lomba tersebut al., Lomba Fotografi yang diikuti 75 peserta umum dan Lomba Gambar diikuti 86 pelajar SD/MI dan Lomba Debat diikuti 12 SMP/MTs dan Lomba Karya Tulis Ilmiah yang diikuti 42 makalah tingkat SMA/SMK.

Selasa, 08 Agustus 2017

PAMERAN FOTO GOMBONG TEMPOE DOELOE DAN PENTINGNYA SEJARAH PUBLIK: Sebuah Catatan Dari Kegiatan People’s History of Gombong


Jika berbicara mengenai sejarah Kebumen khususnya Gombong dalam foto, maka kita tidak akan menemukan apa yang kita cari secara memuaskan. Jika membuka mesin pencari Google dengan kata kunci “Kebumen Tempo Dulu” atau “Gombong Tempo Dulu”, sudah lumayan banyak informasi yang kita dapatkan perihal foto-foto masa lalu Kebumen khususya di periode kolonial. Kondisi berbeda saat tahun 2000 dimana internet dan sosial media belum booming seperti saat ini. Namun demikian foto-foto yang dipublikasikan oleh website lokal di Kebumen tersebut lebih memperlihatkan aktifitas kolonial di lokasi-lokasi tertentu (aktifitas pejabat Belanda di tempat wisata dll) ataupun gedung serta bangunan hasil buatan kolonial (terowongan Ijo, jembatan Luk Ulo, pabrik minyak Mexolie, dll) dan foto-foto tersebut hasil mendownload dari situs-situs sejarah di Belanda. Namun hasil foto-foto yang dibuat oleh warga Kebumen atau Gombong di era kolonial masih begitu minim. Kondisi serupa nampaknya tidak jauh berbeda saat kita mencari foto-foto tempo dulu di kantor Arsip Daerah yang ternyata masih belum terkoleksi dengan baik. Kalaupun tersedia hanya beberapa saja yaitu profil Adipati Arungbinang, Pabrik Mexolie, Gedung Asisten Residen Kebumen dan beberapa lainnya yang lebih mempotret aktifitas militer di era kolonial Belanda.

Selasa, 11 Juli 2017

ALUN-ALUN DAN EKSPRESI PERILAKU SOSIAL KEBUDAYAAN MASYARAKAT




Dengan menggunakan definisi deskriptif, istilah “Alun-alun” dalam konteks modern yaitu sebuah ruang terbuka dan luas yang ditandai sejumlah elemen-elemen berikut yang ada disekelilingnya yaitu keberadaan pohon beringin di tengah lapangan luas, gedung pusat pemerintahan baik eksekutif dan legislatif serta tempat peribadatan (masjid) di sekitar alun-alun. 

Alun-Alun Sebagai Ruang Material: Aspek Historis dan Sosiologis 

Alun-alun sebagai salah satu ruang publik terbuka memiliki sifat historis dan sosiologis. Sifat historis dimaksudkan keberadaan alun-alun telah tercatat sejak zaman raja-raja memerintah di Nusantara dan nampaknya merupakan salah satu warisan struktur ruang dari zaman aristokrasi untuk era demokrasi di Indonesia khususnya Jawa. 

Selasa, 13 Juni 2017

PEMANDIAN AIR PANAS KRAKAL DI ERA KOLONIAL: WEISBADEN DI HINDIA


Krakal adalah sebuah desa di kecamatan Alian, Kebumen, Jawa Tengah, Indonesia. Desa Krakal berada di sebelah timur laut dari pusat Kabupaten Kebumen berjarak sekira 11 Km berkendara melalui Surotrunan. Desa Krakal juga merupakan pusat Kecamatan Alian. Desa Krakal memiliki luas wilayah 650 Hektar yang dihuni oleh sekitar 7.540 penduduk dalam 8 pedukuhan/dusun.

Sabtu, 20 Mei 2017

SEBUAH CATATAN UNTUK PERTUNJUKKAN TEATRIKAL “KETIKA IBLIS MENIKAHI SEORANG PEREMPUAN” OLEH TEATER MARGIN


Menyenangkan dan menarik bisa melihat aksi teatrikal secara langsung yang disajikan oleh anak-anak muda Fakultas Ekonomi Unsoed yang tergabung dalam Teater Margin dengan judul, Ketika Iblis Menikahi Seorang Perempuan. Biasanya saya hanya menonton dari layar televisi atau membaca sejumlah laporan koran perihal berbagai laporan pementasan sebuah teater. Dengan melihat secara langsung sebuah pertunjukkan teater maka terjadi interaksi emosional dengan kisah dan tokoh yang dihadirkan. Apalagi jika didukung dengan penataan dan permainan cahaya serta iringan musik yang melatarbelakangi sebuah moment dalam setiap babak aksi teatrikal. Seluruh aksi pementasan yang sinergis dan maksimal baik dari segi permainan peran, efek pencahayaan serta iringin musik pasti akan menimbulkan kesan yang terus hidup dalam pikiran pemirsa sekalipun pertunjukkan tersebut telah usai. Inilah yang dalam bahasa Sosiologi Komunikasi diistilahkan dengan theater of mind (H.M. Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma dan Diskursus Teknologi di Masyarakat, 2006:177).

Senin, 08 Mei 2017

ROKOK KLEMBAK MENYAN GOMBONG: Potret Aktivitas Ekonomi Klasik dan Sejarah Publik


Dibalik aneka ragam persaingan bisnis rokok nasional dan internasional serta regulasi pemerintah yang membatasi dan melarang aktifitas merokok di ruangan publik yang telah ditetapkan (sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2003 “Tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan” dan Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 “Tentang Kesehatan”), di pusat kota Gombong tepatnya Jl. St. Wonokriyo, aktifitas produksi rokok lokal yang telah berdiri sejak tahun 1950 tetap bergeliyat. 

Namanya adalah Perusahaan Rokok Klembak Menyan “Sintren” yang dikelola oleh Edi Hendrawanto. Perusahaan ini berjaya pada tahun 1950-an dan yang masih tetap bertahan hingga hari ini di saat perusahaan lainnya telah gulung tikar. Diawali dari  pasangan suami istri The Tjoan (Agus Subianto) dan Tjo Goe Nio (Setiawati)yang memperoduksi rokok klembak menyan merek “Sintren”, “Togog” dan “Bangjo”, usaha ini kemudian diteruskan oleh 3 anak dari 9 anak keturunan The Tjoan atau Agus Subianto yaitu Budi Susanto (mengelola rokok “Togog”) Edi Hartanto (mengelola rokok “Sintren”) dan Edi Hendrawanto (mengelola rokok “Bangjo”).

Senin, 01 Mei 2017

MENYULING KOPI DENGAN BAMBU: Menikmati Cita Rasa Kopi Dengan Konsep Baru Ala Yuri Dulloh, Ambal Kebumen




Kopi, sebagaimana tumbuhan lainnya memerlukan sejumlah prasyarat agar menghasilkan density atau kadar kekerasan biji kopi yang diinginkan yaitu: Pertama, elevation (ketinggian). Rata-rata kopi (baik Arabica dan Robusta) mensyaratkan lokasi ketinggian di perbukitan atau pegunungan untuk pertumbuhannya. Untuk Arabica membutuhkan tinggi 900-1800 dari permukaan laut sementara Robusta di bawa 900 meter. Kedua, iklim dan curah hujan. Dikarenakan cahaya matahari langsung dan curah hujan secara langsung kurang baik untuk pertumbuhan kopi maka diperlukan shade grown atau tanaman penaung agar melindungi kopi dari cahaya matahari berlebihan. Ketiga, tanaman kopi membutuhkan temperatur yang sejuk yaitu sekitar 16-18 Celcius. Keempat, tanaman kopi membutuhkan unsur hara dalam tanah dalam jumlah yang maksimal. Oleh karenanya tanah yang mengandung hara biasanya terkandung dari bahan-bahan vulkanis, maka unsur itu hanya di dapat di daerah pegunungan. Kelima, perawatan yang meliputi pemupukkan dari bahan-bahan organik ( 5 Syarat Budidaya Pohon Kopi – ilmubarista.com). Namun persyaratan di atas khususnya bagian yang pertama yaitu ketinggian tidak berlaku bagi Yuri Dulloh, pengusaha kopi dari daerah Pucangan, Ambal yang sudah menekuni usahanya selama 10 tahun ini. Kopi yang diproduksi dengan merek Yuam Roasted Coffe di tanam di lokasi tanah datar yang jaraknya beberapa kilometer saja dari bibir pantai. Dan hasilnya tidak kalah baik dibandingkan jenis kopi yang ditanam di dataran tinggi bahkan memiliki sejumlah karakteristik khas yang tidak didapati di daerah lainnya.

Minggu, 05 Februari 2017

WISATA BERBASIS POTENSI GEOLOGI


Resensi dan Catatan Kritis Buku  “Panduan Geowisata: Menelusuri Jejak Dinamika Bumi Pada Rangkaian Pegunungan Serayu Dan Pantai Selatan Jawa”, Karya Chusni Ansori dkk

Ada banyak kegiatan wisata yang dikembangkan baik oleh pemerintahan daerah maupun komunitas dengan mendasarkan pada kekuatan potensial yang dapat dijadikan nilai jual yang bersifat kontributif secara ekonomi. Berbagai kekuatan potensial yang dijadikan nilai jual dalam kegiatan wisata bisa berbasis pada keindahan alam dan konservasi lingkungan (ekowisata) serta industri pertanian (agrowisata), bangunan peninggalan bersejarah (wisata sejarah), situs-situs purbakala dll. Namun wisata berbasis potensi geologis belum banyak digalakkan dan dikelola secara maksimal. Untuk alasan itulah, Ir. Chusni Ansori, M.T., seorang Peneliti Utama Bidang Geologi, LIPI Karangsambung Kebumen bersama rekan-rekannya membuat buku dengan judul Panduan Geowisata: Menelusuri Jejak Dinamika Bumi Pada Rangkaian Pegunungan Serayu Dan Pantai Selatan Jawa diterbitkan oleh LIPI Press 2016 dengan tebal 157 halaman.

Kamis, 02 Februari 2017

MENCARI HARI JADI: PERLUKAH MEREVISI HARI JADI KEBUMEN


Beberapa waktu lalu, koran Kebumen Ekspres memberikan pernyataan perihal peringatan hari jadi Kebumen ke-81 yang jatuh pada tanggal 1 januari 2017 merupakan yang terakhir kalinya sebagaimana dikatakan mengutip pernyataan Sekda Adi Pandoyo, “Peringatan hari jadi ke-81 pada 1 Januari 2017 merupakan yang terakhir kali. Sebab, saat ini sedang dilakukan peninjauan perubahan peraturan daerah (Perda) nomor 1 tahun 1990. Setelah dilakukan peninjauan ulang hari jadi Kebumen disepakati umur Kebumen akan lebih tua yakni pada 22 Agustus 1831. 'Ke depan, hari jadi Kebumen akan diperingati setiap 22 Agustus', ujar Adi Pandoyo”(Kebumen Ekspres, 17 Desember 2016). Pernyataan ini merujuk pada hasil Seminar Hasil Penelitian Hari Jadi Kebumen yang diselenggarakan tanggal 1 Desember 2016 lalu dimana penyebutan nama Kebumen baru muncul pada tahun 1832 yang tertulis dalam Almanak en Nanreeregister Neerrlandsch Indie sebagaimana diatakan, “Peneliti Pusat Studi Kebudayaan UGM, Danang Indra Prayuda, menyampaikan diketahuinya penyebutan pertama kali nama Kebumen setelah pihaknya melacak pada catatan Belanda. 'Sumber yang mencatat keberadan Kebumen untuk pertama kalinya adalah "Almanak en Nanreeregister Neerrlandsch Indie" tahun 1832', kata Danang, pada seminar hasil penelitian hari jadi Kabupaten Kebumen, di ruang rapat Sekretariat Daerah (Setda)Kebumen, kemarin” (Kebumen Ekspres, 2 Desember 2016).

Selasa, 31 Januari 2017

EKSISTENSI TIONGHOA DI KEBUMEN: MELACAK JEJAK TAN PENG NIO

Keberadaan etnis Tionghoa telah lama masuk ke Nusantara sekitar Abad 4 Ms. Ini dapat dilacak dari sejumlah catatan bersejarah yang ditulis oleh para rohaniawan Tionghoa yang berkunjung ke Jawa dan Sriwijaya. Prof. Slamet Mulyana menuliskan fakta sejarah dengan menyebutkan beberapa nama seperti Fa Hien yang menuliskan perjalanan ziarahnya antara tahun 399 sampai 414 dengan judul Fahueki. Kemudian rohaniawan I Tsing yang mengunjungi Sriwijaya pada tahun 671 dan menuliskan buku sejarahnya dengan judul Nan-hai-chi-kuei-naifa-chuan dan Ta-t’ang-si-yu-ku-fa-kao-seng-chuan. Kemudian pada ekspedisi pertama laksamana Ceng Ho tahun 1405 singgah di bandar Samudra Pasai hingga menimbulkan hubungan baik antara Tiongkok dan Samudra Pasai dan menarik para saudagar Tiongkok datang ke Pasai. Bahkan dalam kajiannya yang kontroversial Prof Slamet Mulyanan mengidentifikasi bahwa beberapa dari anggota Wali Songo serta pemimpin Demak berdarah Tionghoa (Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara, 2013:1-99).

ANAKRONISME DALAM KISAH BADRANALA


Beberapa waktu dalam sebuah artikel yang ditulis oleh Sdr Arif Widodo dengan judul, Badranala Gunakan Bunker sebagai Pertahanan Pasukan  (Suara Merdeka, 16 Desember 2016) disebutkan bahwa saat pasukan Badranala menghadang pasukan VOC di pantai petanahan, dipergunakanlah sejumlah bunker sebagai benteng pertahanan sehingga dapat menghalau panser-panser VOC. Selengkapnya artikel tersebut menuliskan sbb: “Penguasa pertama di daerah ini, Badranala, menggunakan bunker sebagai pertahanan pasukan saat menghalau Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) di Pantai Petanahan, Kebumen pada 17 Mei 1643. Keberadaan bunker itu masih membekas dan diketahui oleh masyarakat setempat yang kini usianya sudah lebih dari 70 tahun”. Diakhir artikel, Sdr Arif Widodo mengatakan, “Adapun pasukan Belanda menggunakan kapal besar dengan mendaratkan puluhan panser. Namun panser baja itu tak mampu menembus pertahanan pasukan Badranala”.